Kasus 1 :
Pada tahun 1982 telah terjadi penggelapan uang di bank melalui komputer sebagaimana diberitakan “Suara Pembaharuan” edisi 10 Januari 1991 tentang dua orang mahasiswa yang membobol uang dari sebuah bank swasta di Jakarta sebanyak Rp372.100.000,00 dengan menggunakan sarana komputer. Perkembangan lebih lanjut dari teknologi komputer adalah berupa Computer Network yang kemudian melahirkan suatu ruang komunikasi dan informasi global yang dikenal dengan internet. Pada kasus tersebut, kasus ini modusnya adalah murni criminal. Kejahatan jenis ini biasanya menggunakan internet hanya sebagai sarana kejahatan.
Penyelesaiannya, karena kejahatan ini termasuk penggelapan uang pada bank dengan menggunakan komputer sebagai alat melakukan kejahatan, sesuai dengan undang-undang yang ada di Indonesia maka orang tersebut diancam dengan Pasal 362 KUHP atau Pasal 378 KUHP, tergantung dari modus perbuatan yang dilakukannya.
Kasus 2 :
Carding, salah satu jenis Cyber Crime yang terjadi di Bandung sekitar tahun 2003. Carding merupakan kejahatan yang dilakukan untuk mencuri nomor kartu kredit milik orang lain dan digunakan dalam transaksi perdagangan internet. Para pelak yang kebanyakan remaja tanggung dan mahasiswa ini digebrekk aparat kepolisian setelah beberapa kali berhasil melakukan transaksi di internet menggunakan kartu kredit orang lain. Para pelaku rata-rata beroperasi dari warnet-warnet yang tersebar di kota Bandung. Mereka biasa bertransaksi dengan menggunakan nomor kartu kredit yang mereka peroleh dari beberapa situs. Namun lagi-lagi para petugas kepolisian ini menolak menyebutkan situs yang dipergunakan dengan alasan masih dalam penyelidikan lebih lanjut.
Modus kejahatan ini adalah pencurian, karena pelaku memakai kartu kredit orang lain untuk mencari barang yang mereka inginkan disitus lelang barang. Karena kejahatan yang mereka lakukan, mereka akan dibidik denganp pelanggaran Pasal 378 KUHP tentang Penipuan, Pasal 363 tentang Pencurian dan Pasal 263 tentang Pemalsuan Identitas.
Kasus 3 :
Penyebaran virus dengan sengaja, ini adalah salah satu jenis kasus Cyber Crime yang terjadi pada bulan Juli tahun 2009. Twitter (salah satu jejaring sosial yang sedang naik pamor di masyarakat belakangan ini) kembali menjadi media infeksi modifikasi New Koobface, Worm yang mampu membajak akun Twitter dan menulai melalui postingannya dan menjangkiti semua followers. Semua kasus ini hanya sebagian dari sekian banyak kasus penyebaran malware di seantero jejasing sosial. Twitter tak kalah jadi target. Pada Agustus 2009 diserang oleh penjahat Cyber yang mengiklankan video erotis. Ketika pengguna meng-kliknya maka otomatis mendownload Trojan-Downloader.Win32.Banload.sco.
Modus serangannya adalah selain menginfeksi virus, akun yang bersangkutan bahkan si pemiliknya terkena imbasnya. Karena si pelaku mampu mencuri nama dan password pengguna, lalu menyebarkan pesan palsu yang mampu merugikan orang lain seperti permintaan transfer uang. Untuk penyelesaian kasus ini, Tim Keamanan dari Twitter sudah membuang infeksi tersebut. Tapi perihal hukuman akan diberikan kepada peyebar virus belum ada kepastian hukum.
Kasus 4 :
Cybersquatting adalah mendaftar, menjual atau menggunakan nama domain dengan maksud mengambil keuntungan dari merk dagang atau nama orang lain. Umumnya mengacu pada praktek membeli nama domain yang menggunakan nama-nama bisnis yang sudah ada atau nama orang yang terkenal dengan maksud untuk menjual nama untuk keuntungan bagi bisnis mereka. Contoh kasus Cybersquatting, Carlos Slim, orang terkaya di dunia itupun kurang sigap dala mengelola brandingnya di internet sampai domainnya diserobot orang lain. Beruntung kasusnya bisa digolongkan Cybersquat sehingga domain Carlosslim.com bisa diambil alih. Modusnya memperdagangkan popularitas perusahaan dan keyword Carlos Slim dengan cara menjual iklan Google kepada para pesaingnya.
Penyelesaian kasus ini adalah dengan menggunakan prosedur Anticybersquatting Consumerm Protection Act (ACPA), memberi hak untuk pemilik merk dagang untuk menuntut sebuah Cybersquatter di pengadilan federal dan mentransfer nama domain kembali ke pemilik merk dagang. Dalam beberapa kasus, Cybersquatter harus membayar ganti rugi uang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar